Pengertian perempuan
secara etimologis berasal dari kata empu yang berarti “tuan”, yaitu orang yang
mahir atau berkuasa, kepala, hulu, yang paling besar. Namun menurut Zaitunah
Subhan (2004:19) kata perempuan berasal dari kata empu yang artinya dihargai.
Lebih lanjut Zaitunah menjelaskan pergeseran istilah dari perempuan ke wanita.
Kata wanita dianggap berasal dari bahasa Sansekerta, dengan dasar kata Wan yang
berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti yang dinafsui atau merupakan
objek seks.
Tetapi dalam bahasa
Inggris wan ditulis dengan kata want, atau men dalam bahasa Belanda, wun dan
schendalam bahasa Jerman. Kata tersebut mempunyai arti like, wish,desire, aim.
Kata want dalam bahasa Inggris bentuk lampaunya adalah wanted(dibutuhkan atau
dicari). Jadi, wanita adalah who is being wanted (seseorang yang dibutuhkan)
yaitu seseorang yang diingini. Para ilmuwan seperti Plato, mengatakan bahwa
perempuan ditinjau dari segi kekuatan fisik maupun spiritual dan mental lebih
lemah dari laki-laki, tetapi perbedaan tersebut tidak menyebabkan adanya
perbedaan dalam bakatnya.
Sedangkan gambaran
tentang perempuan menurut pandangan yang didasarkan pada kajian medis,
psikologis dan sosial, terbagi atas dua faktor, yaitu faktor fisik dan
psikis.Secara biologis dari segi fisik, perempuan dibedakan atas dasar fisik
perempuan yang lebih kecil dari laki-laki, suaranya lebih halus, perkembangan
tubuh perempuan terjadilebih dini, kekuatan perempuan tidak sekuat laki-laki
dan sebagainya.
Dari segi psikis, perempuan mempunyai sikap
pembawaan yang kalem, perasaan perempuan lebih cepat menangis dan bahkan
pingsan apabila menghadapi persoalan berat (Muthahari, 1995:110). Menurut
Kartini Kartono (1989:4), perbedaan fisiologis yang dialami sejak lahir pada
umumnya kemudian diperkuat oleh struktur kebudayaan yang ada, khususnya oleh
adat istiadat, sistem sosial-ekonomi serta pengaruh pendidikan.
Kalangan feminis dalam konsep gendernya
mengatakan, bahwa perbedaan suatu sifat yang melekat baik pada kaum laki-laki
maupun perempuan hanya sebagai bentuk stereotipe gender. Misalnya, perempuan
itu dikenal lemah lembut, penuh kasih sayang, anggun, cantik, sopan, emosional,
keibuan dan perlu perlindungan. Sementara laki-laki dianggap kuat, keras,
rasional, jantan, perkasa, galak dan melindungi. Padahal sifat-sifat tersebut
merupakan sifat yang dapat dipertukarkan. Berangkat dari asumsi inilah kemudian
muncul berbagai ketimpangan diantara laki-laki dan perempuan.
Seorang tokoh
feminisme, Broverman (dalam Fakih, 2008:8) mengatakan bahwa manusia baik
laki-laki maupun perempuan diciptakan mempunyai ciri biologis (kodrati)
tertentu. Manusia jenis laki-laki adalah manusia yang berkumis, memiliki dada
yang datar, memiliki penis dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan memiliki
alat reproduksi seperti, rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel
telur, memiliki vagina, mempunyai alat menyusui (payudara), mengalami haid dan
menopause. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis
laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak bisa ditukar.
Secara eksistensial,
setiap manusia mempunyai harkat dan martabat yang sama, sehingga secara asasi
berhak untuk dihormati dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya.
Secara mendasar, Hak Asasi Manusia meliputi, hak untuk mendapatkan keselamatan
fisik, hak untuk mendapatkan keselamatan keyakinan, hak akan keselamatan
keluarga, hak akan keselamatan milik pribadi serta hak akan keselamatan
pekerjaan atau profesi. Kelima hak tersebut merupakan hak dasar yang harus
dimiliki oleh setiap orang.
Begitupula pandangan
banyak masyarakat yang masih menganggap Islam tidak berpihak kepada perempuan
atau menganggap perempuan pada kelas kedua dengan stigma yang bermacam macam, mulai
tentang jilbab, aturan keluar rumah, poligami, dan lain sebagainya. Padahal
tidak begitu, Allah memberikan kesempatan seluas luasnya kepada laki-laki
maupun perempuan, untuk berlomba dalam kebaikan dan mendapatkan pahala yang
melimpah
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ
وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ
وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ
وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا
وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya,
laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar,
laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.(Al Ahzab :35
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ
يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ
وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ
سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(At-Taubah:71
Orang-orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan,
sebagian dari mereka adalah penolong dan pembantu bagi sebagian yang lain.
Mereka satu dengan yang lain bertolong-tolongan, Bantu-membantu, baik dalam
masa damai ataupun masa perang mereka satu dengan yang lain bersaudara dan
berkasih sayang.
Para mukmin baik laki-laki maupun perempuan, memiliki sifat
sebagai lawan dari orang-orang munafik.
1. Orang-orang yang
beriman menyuruh yang makhruf, sedangkan orang-orang munafik menyuruh yang
mungkar.
2. Orang-orang mukmin
mencegah kemungkaran, sedangkan orang munafik mencegah yang makhruf. Dua sifat
ini merupakan sifat pokok dari sifat-sifat orang mukmin.
3. Orang-orang mukmin
mendirikan sembahyang dengan baik dan secukup-cukupnya, serta menyempurnakan
rukun dan syaratnya selain itu juga berlaku khusyuk dan hatinya munajat
(berkomunikasi) kepada Allah.
4. Orang-orang mukmin
memberikan zakat yang difardukan dan yang disunnahkan, sedangkan orang-orang
munafik berlaku kikir, kalaupun mereka mengeluarkan harta, maka hal itu atas
dasarNya.
5. Orang-orang mukmin
terus menerus mentaati Allah dengan meninggalkan apa yang dilarang dan
mengerjakan apa yang diperintah oleh Allah.
Mereka itu adalah orang-orang yang dirahmati oleh Allah dan
dimasukkan kedalam rahmat-Nya yang luas. Allah itu maha keras tuntutannya, dan
tidak ada yang mampu menghalangi tuntutannya. Selain itu Allah maha hakim dalam
segala perbuatannya, yang senantiasa menempatkan sesuatu pada tempatnya.
“Dan Tuhan mereka mendengar mendengar
permohonan mereka dan ia berkata: Sesungguhnya Aku tidak pernah menyia-nyiakan
orang yang beramal di antara kamu sekalian, baik laki-laki maupun perempuan”.
(QS 3:195)
Hak dasar inilah
kemudian yang juga menjadi hak perempuan dalam perannya dikehidupan nyata.
Kalau saya boleh tambahkan satu lagi hak perempuan adalah hak atas peran nya
dalam menunjukkan eksistensi diri sebagai seorang perempuan. Dengan begitu akan
lebih banyak hal bisa dilakukan oleh seorang perempuan yang tidak terbatas oleh
perempuan dewasa namun perempuan muda pula. Bahkan akan lebih banyak hal bisa
dilakukan perempuan muda karena masih terjaganya banyak mimpi juga cita cita
dengan begitu kekuatan akan mucul.
Dokma yang muncul bahwa
perempuan itu tempatnya di rumah, masak dan melakukan segenap urusan rumah
tangganya kemudian bermunculan perempuan bisa bekerja diluar dan dibidang yang ia tekuni hingga asyik, hal ini kemudian
bahwa peran perempuan selesai namun masih ada lanjutannya. Setelah eksistensi
dirinya selesai maka sebagai perempuan cerdas harus mampu memunculkan perempuan
perempuan lain serupa juga gerakan dakwah, sehingga dari sini perempuan
membutuhkan wadah untuk bias berkembang juga berdakwa.
Ketika komunitas atau
wadah ini ada maka banyak kemudahan yang akan diperolah, misalnya kita bias
berdiskusi tentang suatu hal bias berkaitan dengan perempuan maupun yang lain,
dan lain sebagainya. Dan Nasyiah muncul sebagai salah satu dar wadah tersebut
Berdirinya Nasyiatul
Aisyiyah bermula dengan adanya ide Sumodirdjo dalam usahanya memajukan
Muhammadiyah, ia menyadari tanpa adanya peningkatan ilmu pengetahuan yang
diajarkan kepada muridnya menyebabkan
perjuangan Muhammadiyah terhambat. Pada mulanya ia mengarahkan murid-muridnya
untuk berfikir sejauhmana ilmu pengetahuan yang telah diserapnya selama belajar
di Standart School Muhammadiyah dapat mewujudkan secara dalam kehidupan
masyarakat. Ide Sumodirdjo untuk menambah pelajaran praktek kepada para
muridnya diwujudkan dengan membentuk wadah untuk kegiatan putra-putri
Muhammadiyah. Dengan bantuan KH. Hadjid seorang Kepala Guru Agama di Standart
School Muhammadiyah. Berkumpulnya tersebut diberi nama Siswa Praya (SP). Lima
bulan kemudian diadakan pemisahan antara anggota putra dan putri. Siswa Praya
Priyo (SPP) untuk putra dan Siswa Praya Wanita (SPW) untuk putri.
Pada tahun 1929 dalam Konggres Muhammadiyah
yang ke XVII di Surakarta diputuskan
bahwa SPW menjadi kader dan tunas Aisyiyah.
Dalam Konggres Muhammadiyah ke XX tanggal 16 Mei 1931 bertepatan dengan
28 Dzulhijah 1349 H nama Siswa Praya Wanita dirubah menjadi Nasyiatul Aisyiyah.
Dalam konggres tersebut juga diputuskan bahwa pada tanggal 16 Mei 1931
bertepatan dengan 28 Dzulhijah 1349 H dinyatakan sebagai lahirnya Nasyiatul
Aisyiyah, namun kedudukan Nasyiatul Aisyiyah berada dalam asuhan Aisyiyah dan
disebut dengan nama Aisyiyah urusan Nasyiatul Aisyiyah. Pada tahun 1965 dalam
Muktamar Muhammadiyah ke-36 tanggal 19-24 Juli 1965 di Bandung, Nasyiatul
Aisyiyah menjadi organisasi otonom.
Setelah menjadi
organisasi otonom inilah kemudian sayap gerakan nasyiah berkembang, tidak hanya
perempuan namun juga anak, kekerasan, ekonomi, pendidikan, social. Gerakan
seperti inilah yang kemudian menjadikan NAsyiah menjadi salah satu organisasi
perempuan yang memberi pencerahan dan pemberdayaan perempuan yang menjunjung
tinggi harkat, martabat dan nilai nilai kemanusiaan yang sesuai ajaran islam.
Bahwa NAsyiah memandang perempuan tidak harus menjadi laki laki atau semuanya
harus sama dengan laki laki melainkan perempuan harus sadar bahwa peranannya
yang begitu besar sehingga harus mampu menempatkan dengan benar dan sesuai
ajaran islam.
Ber-Nasyiah menjadi
perempuan tangguh dengan banyak gerakannya yang tetap seimbang dengan peran dan
fungsinya. Organisasi dijalankan dan dilaksanakan amanahnya dengan baik,
bertanggung jawab pula pada pekerjaannya yang ini merupakan bentuk bakti secara
ilmu dan profesionalisme, peran sebagai istri juga ibu yang dilaksanakan secara
sempurna, melayani suami, menyiapkan anak menjadi sholih dan sholihah yang ini
tidak mudah, namun sebagai Nasyiah kesemua fungsi ini berjalan dengan baik. Dan
inilah menjadi bagian dari nilai perjuangan nasyiah.
Daftar pustakan
Abu-Rabi, Ibrahim M.
1996. Intellectual Origins of Islamic Resurgence in the Modern Arab World.
Albany: State University of New York Press.
Munfarida, eliya. 2006.
Perempuan dalam tafsir Fatima mernissi: IAIN Purwokerto press
Anwar, Ghazala, “Wacana
Teologi Feminis Muslim”, dalam Zakiyyudin Baidhawy,., Wacana Teologi Feminis
Perspektif Agama-agama, Geografis, dan Teori-teori, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997.
Bashin, Kamla dan
Nighat Said Khan, Persolan Pokok Mengenai Feminisme dan Relevansinya, Alih
Bahasa S. Herlina, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995.
M. Rusydi, “perempuan
dihadapan Tuhan
Alqur’an