Diluar dugaan responmu adalah tertawa,
“lucu” begitu katamu
Iya memang lucu sih
Aku yang telah menua menuliskan perasaan
layaknya remaja yang sedang jatuh cinta
Aku yang buta arah
Melihat semua jalan begitu rimbun
Sungguh tidak mulus perjalanan
Aku harus berperang dengan diri sendiri
Tiga ratus enam puluh lima hari lamanya
Menelaah torehan cerita
Banyak PR ku yang harus diselesaikan
Memulai dengan memaafkan semua kejadian
Merelakan mereka yang datang dan pergi
layaknya angin
Membingkai semuanya menjadi sejarah
Lalu aku harus memilah
Mana yang layak mengukir cerita
Kemudian mempersilahkan bersemayam
Menyelam lagi dikedalaman diri
Akankah aku membiarkan begitu saja dan
memeluk egois
Membungkan mereka dengan senyuman
Dan membiarkan ku tenggelam lagi
Atau menyajikan pemahaman
Bahwa sesungguhnya aku sudah mencapai
dasar yang dalam
Menciptakan keberanian memperjuangkan
keinginan
Memilih jalan yang berbeda tempat
ternyaman ku
Kamu dengan segala apa yang ada
Aku tak punya alasan apapun
Yang aku tau bahwa kali ini harus berani
Percayalah bahwa aku harus berperang
dengan banyak ke egoisan
Kali ini aku ingin memperjuangkan aku
Dengan caraku dan keinginan ku
Tidak harus lagi mendengarkan omong
kosong
Mereka tidak tau apapun tentang ku
Hanya aku yang tau
Lalu kumulai dengan berdamai dengan mu
Dan aku menemukan
Iya, sebahagia itu akhirnya aku bisa
menemukan
Tak ada alasan
Karena memang aku tak bisa menemukan
alasan
Surat itu…
Adalah jalan kebuntuan ku
Berharap tulisan ku akan mengesankan mu
Dan mulai memahamiku bahwa apa yang
sudah ku tempuh begitu pelik
Ternyata bagimu lucu
Padahal ribuan kali harus ku ulang untuk
mengetik
Satu persatu huruf itu kemudian menjadi
bait dan paragraf pengakuan
Ternyata kamu tidak sedikitpun terkesan
Tak ada tanggapan
Katakana padaku apalagi yang harus aku
lakukan
Apakah aku harus pergi? Dengan membawa
keyakinan yang salah?
Lalu apa artinya yang kemarin?
Hujanan rasa dan kata tak berharga?
Atau hanya sekedar sapaan sesama
manusia?
Tapi kenapa begitu lama?
Begitulah cerita maya