Jumat, 13 April 2012

Kader dan Masa Depan Persyarikatan


Rencana strategis program nasional bidang kaderisasi—Tanfidz Keputusan Muktamar ke-45—menyatakan:   “Membangun kekuatan dan kualitas pelaku gerakan serta peran dan ideologi gerakan Muhammadiyah dengan mengoptimalkan sistem kaderisasi yang menyeluruh dan berorientasi ke masa depan.” Ada tiga kata kunci dalam rencana strategis tersebut: pelaku gerakan; ideologi gerakan Muhammadiyah; dan sistem kaderisasi. Khusus yang diistilahkan dengan  ”pelaku gerakan” cakupan subjeknya terdiri dari: pemimpin, kader, dan anggota/warga Persyarikatan.
Dalam ruang lingkup dan dinamika gerakan Muhammadiyah, maka secara organisatoris ketiga subjek tersebut saling membutuhkan dan pengaruh-mempengaruhi. Misalnya, seorang pemimpin pasti membutuhkan anggota/warga, baik sebagai  basis legitimasi kepemimpinan maupun  untuk kepentingan pelibatan mereka dalam berbagai program dan agenda kerja yang sudah dirancang. Terlebih lagi posisi kader, maka keberadaannya juga lebih strategis dan menentukan bagi bagi kemajuan organisasi. Nilai lebih ini karena kader menempati posisi signifikan di antara pemimpin dan anggota: sebagai tenaga pendukung tugas pemimpin serta menjadi penggerak dan pendinamis aktivitas partisipatif anggota/warga.
Secara leksikal kader (bahasa Perancis: cadre) merupakan bagian inti, pusat atau bagian terpilih yang terlatih. Dalam bahasa Latin adalah quadrum, yang berarti empat persegi panjang, bujur sangkar atau kerangka yang kokoh. Dengan demikian kader merupakan kelompok elite strategis dan terlatih yang samapta dengan kecakapan, kualifikasi dan nilai-nilai lebih yang harus dimilikinya.
Untuk menjadi kader seperti dalam pengertiannya tadi tentu tidak bisa terwujud secara instant dan begitu saja. Terbentuknya sosok kader seperti itu adalah melalui penempaan dalam latihan dan proses didik diri yang berkelanjutan di forum perkaderan, baik yang dikategorikan sebagai perkaderan utama maupun fungsional.
Forum perkaderan sebagai wahana didik yang intensif, bisa dijadikan ajang untuk menyeleksi kader dalam kualitas dan kualifikasinya, termasuk untuk menilai potensi  dan kapasitas kepemimpinannya. Dengan begitu, intensitas kaderisasi yang dilakukan oleh Persyarikatan dan Ortom AMM dalam berbagai jenis dan bentuknya yang berbobot menjadi investasi bagi masa depan Muhammadiyah.
Kader yang berkualitas dan proses kaderisasi yang mapan menjadi qonditio sine qua non bagi terlaksananya regenerasi dan alih estafeta kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Sekaligus dengan upaya itu pula regenerasi yang bertumpu pada kaderisasi dapat menjamin kesinambungan dan pengembangan organisasi di masa depan secara dinamis, sesuai dengan ideologi dan identitasnya yang dikontekstualisasikan untuk menjawab tuntutan dan perubahan zaman.
Identitas dan keberadaan pemimpin serta kader merupakan komponen organisasi yang  tidak boleh tidak mesti dirawat dan dikembangkan. Upaya ini menjadi tanggung jawab yang besar dan sekaligus berat terutama bagi pemimpin Persyarikatan, sementara  pemimpin dan kepemimpinan itu sendiri merupakan bagian dari anasir yang terpenting dan fundamental dalam mengintensifkan gerakan  dan mengembangkan dinamika Muhammadiyah ke depan.
Dengan kata lain, aktiva dan pasiva gerakan Muhammadiyah untuk membuktikan identitas tersebut akan ikut ditentukan oleh kualitas kader dan kinerja kepemimpinan yang dijalankan oleh seluruh jajaran dan fungsionarisnya di semua lini.  Artinya, neraca gerakan Muhammadiyah dewasa ini–yang sudah memasuki  abad kedua–dan kelanjutannya ke depan yang tetap mengusung identitas tadi, tidak bisa dimungkiri lagi bakal ikut diwarnai dan ditentukan oleh kompetensi kader dan para elite yang saat ini diamanahi dalam struktur kepemimpinan Persyarikatan.
Dengan demikian, para kader dan orang-orang yang dipercaya menjadi pemimpin di Muhammadiyah itu, sesuai dengan levelnya masing-masing, memiliki amanah yang berat dan tanggung jawab yang besar untuk memajukan Persyarikatan serta mengembangkan sumberdaya kader dan anggotanya. Dalam konteks ini, selain memiliki integritas dan kredibilitas, kader dan pemimpin juga harus mempunyai kapabilitas, visi kepemimpinan yang jelas, dan kemauan untuk selalu meningkatkan kualitas dengan perkaderan atau memiliki tekad kuat untuk mau belajar dan berlatih guna memperbarui diri.
Kebutuhan akan sosok kader dan pemimpin yang amanah dan cakap serta model kepemimpinan yang responsif dan  partisipatoris, bukan saja karena kebutuhan intern Muhammadiyah yang urgen, tetapi juga mengingat tantangan dan problem eksternal Persyarikatan di masa depan yang semakin tidak ringan. Tantangan ini juga tidak lepas dari konstelasi dinamis dalam skup nasional dan global, baik dalam dimensi sosial, budaya, ekonomi, politik, maupun keagamaan.
Sebagai basis dan wadah kader Muhammadiyah, AMM seharusnya juga bisa menghasilkan kelompok-kelompok elite kader yang bisa diandalkan. Karenanya, keberadaan AMM di samping untuk senantiasa berupaya dalam menjaga eksistensinya, juga mempunyai fungsi dan peran strategis untuk menyuplai kader-kader terbaiknya bagi kepentingan Muhammadiyah. Bahkan keistimewaan (yang berarti juga menjadi beban moral) AMM, sebagai basis kader ternyata tecakup dalam “spektrum kekaderan”: kader Persyarikatan,  kader umat dan kader bangsa.Spektrum kekaderan IMM menunjukkan peran dan fungsinya yang  inklusif  bagi kepentingan hidup umat dan kejayaan bangsa melalui peranan mahasiswa muhammadiyah.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, maka kebutuhan standar kader untuk saat ini dan masa yang akan datang akan berbeda dengan masa yang lalu. Karena itu, untuk selalu menampikan sosok kader yang siap pakai sesuai dengan zamannya, perlu diadakan upaya “revitalisasi kader IMM”. Langkah ini merupakan bagian terpenting dalam membangun format pengembangan sumberdaya kader.Melalui penerapan “transformasi kader” dan “diversifikasi kader” diharapkan akan lebih mempercepat proses pengembangan dan peningkatan kualitas kader IMM yang sesuai dengan kompetensi dan kapabilitasnya yang relevan dengan perkembangan zaman. Dengan kedua sistem tersebut, sedikit banyak akan bisa mengatasi problem kaderisasi dan menjadi ajang perkaderan yang kondusif untuk mempercepat “mobilitas vertikal” dan “mobilitas horizontal” kader IMM, baik dalam lingkup kepentingan internal Muhammadiyah maupun untuk merespons dinamika kebangsaan yang tidak bisa lepas dari percaturan globalisasi yang menggurita.

Tidak ada komentar: