Berfikir apa yang
telah kita lakukan atau tindakan kita adalah yang paling tepat bagi pendidikan
anak kita atau anak didik kita, pasti yang kita pilihkan adalah yang terbaik
pula pagi perkembangan mereka, kemudian dengan seenaknya kita memperlakukan
mereka dengan pemahaman bahwa sifat kita dalam mendidik adalah yang paling
sempurna bagi mereka. Heym.....benarkah demikian?? Pernahkan dalam renungan
kita berfikir adakah yang salah dengan sifat kita ketika kita menemukan berbagai
masalah yang terjadi. Seperti anak suka memprotes bahkan membangkang, mereka
jadi pendiam terhadap kita dll. Jangan pernah beranggapan bahwa ketika itu
terjadi merekalah yang bermasalah bukan kita sebagai orang dewasa yang bersalah.
Mari kita renungkan
6 sifat berikut sebagai sifat oarng dewasa / guru / orangtua yang menhambat
pengajaran atau pembelajaran. Mungkin terdapat pada diri kita. Ke 6 sifat
tersebut adalah :
1. Merasa Paling Benar
“ kalian masih
kecil tahu apa?? Sedang ibu kan sudah banyak pengalaman, jadi menurut sajalah
apa kata ibu, pasti semua beres. “
Nah....apakah kita
pernah mengatakan ini pada anak – anak? Ataukah kita pernah bertemu dengan
kalimat ini?
Maka berhati hatiah
dengan kalimat ini, perlu kita ketahui bahwa sebenarnya kalimat ini akan terasa
biasa saja jika ditujukan untuk mereka yang berusia 18 tahu keatas atau mereka
yang sudah dewasa. Tetapi ini akan terasa luar biasa jika kalimat ini kta
tujukan untuk anak – anak atau bahkan anak usia dini. Karena kalimat ini atau
semacam ini akan menghambat komunikasi anak atau kemampuan verbal anak. Ketika kalimat
ini diucapkan maka serasa sudah tidak ada pembenaran terhadap kalimat atau
perilaku anak. Sehingga anak akan terdiam pdahal dalam otak mereka sudah
tersusun sebuah kalimat ide. Tetapi tidak akan keluar jika sudah dihambat
dengan kalimat di atas, juga akan menyumbat komunikasi antara kita dengan anak,
dan anak akan beranggapan bahwa apapun yang mereka katakan tidak akan dianggap
jadi mereka lebih memilih untuk diam.
2. Merasa Paling Tahu
Ini juga salah satu
sifat orang dewasa yang menyebabkan penghambatan terhadap perkembangan
pembalajaran. Kita menjadi sok tahu terhadap segala hal karena jika kita tidak
tahu maka rsa malu terhadap anak akan menyelimuti, oleh karena itu untuk
menutupi hal tersebut kita menjadi sosok sok tahu yang jawban tersebut adalah
mengada ada.
Jika anak terlalu
kagum dengan figur kita dan bila nanti kita telah melakukan khilaf karena sifat
sok tahu kita dan anak mengetahuinya maka akan sulit termaafkan oleh anak.
Bersikap wajar,
biarlah anak menilai kita sesuai dengan kelebihan dan kekurangan yang kita
miliki. Jangan menjadi orang yang sempurna dimata anak dengan sok tahu yang
nanti akibatnya akan menjadikan anak kita kecewa dengan sifat tersebut.
3. Membiarkan Anak
Selalu Benar
Penanaman yang dimulai
sejak kecil yaitu dengan selalu melemparkan kesalahan pada benda atau orang
lain contohnya saja ketika anak jatuh kita mengatakan bahwa yang salah adalah
kodok dan lain sebagainya, atau ketika anak kita nangis karena bertengkar
dengan temannya kita mengatakan bahwa yang nakal adalah si A dll. Maka hal ini akan
membentuk karakter tidak mau disalahkna dan selalu merasa benar. Yang berbahaya
adalah ketika sifat ini akan terus terbawa sampai dewasa maka ini tidak akan
bagus bagi perkembangan sosial anak, mereka akan menjagi orang yang egois,
merasa menang sendiri, tidak mau disalahkan dll. Maka berhati hatilah dengan
sifat yang satu ini meskipun kadang kita menganggap bahwa menyalahkan kodok
atau benda yang lain akan bermanfaat pada waktu itu tetapi akibat kedepannya
adalah tidak akan pernah menjadi baik.
4. Banyak Melarang
Vs Menuruti Kemauan Siswa / Anak
Banyak melarang ini
dan itu dengan banyak pertimbangan ini dan itu, mengekang, membatasi setiap
pergerakan anak, hal tersebut tidak akan bagus untuk perkembangan emosi anak. Nanti
pada titik klimaks dan anak sudah jenuh dengan semuanya maka dia akan melawan
apa saja tindakan kita. Tentunya kita tidak menginginkan hal ini kan?
Kemudian jika sikap
tersebut tidak baik kita mnegubahnya dengan menuruti segala permintaan anaka
atau kemauan anak maka ini juga tidak akan baik bagi kehidupan sosial anak. Anak
akan sulit bersosialisasi karena memiliki sifat
sangat egois dan tidak punya rasa toleransi.
Terus apa yang
sebaiknya kita lakukan?
Berilah kesempatan
pada anak untuk melakukan banyak hal yang disukai, asal baik da positif. Membuka
diri untuk berkomunikasi agar bisa melihat dan memahami sudut pandang orang
lain. Bangunlah kepercayaan pada anak dengan mengurangi larangan yang
berlebihan juga kebebasan yang berlebihan pula.
5. Bukan Pendengar
Yang Baik
Jika ingin kata
kata kita di dengar , belajarlah menjadi pendengar yang baik terlebih dahulu. Ini
adalah sebuah kalimat yang tentunya sering kita dengar sebagai pelajarn tentang
harga menghargai. Jangan pernah berfikir bahwa kalimat ini berlaku pada orang
dewasa saja tetapi kalimat ini juga di tujukaan untuk anak – anak.
Kadang nasehat kita
hanya dianggap sebagai angin lalu oleh anak. Sikap anak seperti ini juga tidak
jauh dengan sifat kita terhadap mereka. Maka mulailah menjadi pendengar yang
baik bagi anak kita yakni perhatikanlah setiap cerita anak. Ajukan pertanyaan
dengan antusias, sebagai wujud ketertarikan kita pada persoalan yang
dihadapinya. Maka kita akan memahami permasalahan secara utuh dan benar.
6. Terburu – buru Mengambil
Kesimpulan
Menyimpulkan seenaknya
sendiri akan membuat anak merasa tertuduh dan salah melakukan hal tersebut.
Inilah sifat kita
yang membuat anak merasa tidak berharga dan selalu berada pada situasi yang
salah. Kita langsung saja menghukumi bahwa yang dilakukannya adalah salah dan
tidak baik tanpa mendengar penjelasan anak atau menganbil kesimpulan yang salah
tanpa mendengarkan penjelasan anak.
Maka mulailah dari
sekarang menghilangkan sifat tersebut.
Dengarkanlah penjelasan
mereka dan bicaralah saan anak siap mendengarkan.
Setelah kita mengetahui
sifat sifat tersebut apakah kita rela melihat dan menjadikan kita penyebab
penghambat perkembangan pendidikan kita? Jika tidak mulailah merubah semua
sifat tersebut agar perkembangan anak menjadi maksimal.
Daftar pustaka :
mengelola paud , Martuti.M
Tidak ada komentar:
Posting Komentar